Minggu, 19 Juli 2015

Tidak Memakai Jilbab, Apa Shalat dan Ibadah Lainnya Diterima Allah?


Assalamu’alaikum warahmatullahi Wabaraktuh,

Ustadz, saya punya adik perempuan yang susah sekali diajak memakai pakaian muslimah, memakai jilbab. Tapi ia tetap menjaga shalat dan perbuatan baik lainnya. Bagaimana ustadz apa shalat dan ibadah lainnya dapat menutupi dosa tidak memakai jilbab?

Syukran

ILHAM WAHYUDI

Wa’alikumsalam warahmatullahi Wabaraktuh,

Untuk menjawab pertanyaan antum, ada beberapa hal yang perlu saya sampaikan.

Pertama, kewajiban jilbab bagi wanita muslimah merupakan bagian dari al-ma’lum min ad-din bidh-dharurah, suatu yang tidak dipertentangkan lagi kewajibannya. Sama halnya dengan shalat, puasa, haji, dll. Karena ia didukung dengan dalil kuat dan qath’i, baik dari al-Qur’an dan as-Sunnah, serta telah menjadi ijma’ ulama akan kewajibannya.

Di antaranya seperti ditegaskan dengan firman Allah swt, “Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min:”Hendaklah mereka menjulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka“. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang.” (QS. Al-Ahzab: 59). Ihwal jilbab syar’i juga dijelaskan oleh Rasulullah saw, “Wahai Asma, jika wanita sudah mendapatkan haid (dewasa) yang boleh terlihat darinya hanya ini dan ini (beliau menunjukkan wajah dan telapak tangannya).” (HR. Abu Daud).

Para ulama menggarisbawahi bahwa jilbab syar’i memliki ketentuan tidak menampakan bagian tubuh (kecuali wajah dan telapak tangan), tidak transparan, dan tidak ketat (menampakan lekuk tubuh). Karena itu aneh bila masih ada yang dikenal ulama tapi dengan mudah menyatakan jilbab adalah produk budaya Arab dan tidak wajib.

Kedua, kewajiban-kewajiban yang Allah dan Rasul-Nya tetapkan tidak berkonotasi saling menggantikan satu sama lainnya. Orang rajin menunaikan shalat tidak bermakna melegitisi untuk tidak puasa, atau nilai pahala shalatnya dapat menutupi dosa tidak puasa. Karena itu, wanita yang rajin melakukan shalat tapi tidak memakai jilbab, nilai shalatnya tidak dapat menghapus dosa tidak memakai jilbab. Dalam artian, ia tetap berdosa karena belum mau mengikuti syariat memakai jilbab.

Kalau saya gambarkan, layaknya mahasiswa mengambil beberapa mata kuliah di kampus, 8 mata kuliah misalnya, dan ia hanya aktif pada 5 mata kuliah, maka sisanya tetap dinyatakan tidak lulus, dan tidak bisa ditutupi dengan 5 mata kuliah yang telah ia ambil. Oleh karena itu, jika ingin lulus sebagai hamba Allah sejati, berusahala untuk luluskan seluruh kewajiban yang Allah absensikan untuk kita.

Ketiga, adapun menganai apakah shalatnya diterima oleh Allah swt, maka tentu diterima atau tidaknya kembali kepada-Nya. Mutlak hak prerogatif Allah swt. Namun patut dicermati, layaknya logika mata kuliah di kampus di atas, yakinlah dosen atau pihak kampus menjadi murka kepada mahasiswa karena ada beberapa mata kuliah yang diremehkan, tidak dipedulikan.

Karena itu, teruslah dengan lembut dan penuh kebijaksanaan ajak saudari Anda mengenakan jilbab syari’i. semoga Allah swt menganugerahkan hidayah dan taufik-Nya untuk kita semua.

2 komentar:

  1. Busana Ratu Inggris, menurut Buya HAMKA (Ketua MUI ke-1, Tokoh Ulama Besar Muhammadiyah), adalah pakaian yang sopan dan menutup aurat

    "orang puritan sebagai mayoritas di Muhammadiyah ... Jilbab bukan sesuatu yang wajib ..."

    www.academia.edu/7216467/100_Tahun_Muhammadiyah

    "Jika mau jujur dan mau membaca, pada zaman Kalifah Umar Bin Khatab seorang budak perempuan kedapatan mengenakan jilbab. ‘Umar pun marah besar dan melarang seluruh budak perempuan untuk memakai Jilbab.

    Lebih jauh lagi pelarangan Umar itu diungkapkan lebih eksplisit dalam kitab Al-Mughni Ibnu Qudamah."

    http://mojok.co/2014/12/jilbab-rini-soemarno-dan-khalifah-umar

    "Anda pernah lihat foto istri Ahmad Dahlan, istri Hasyim Asy’ari, istri Buya Hamka, atau organisasi Aisyiyah? Mereka pakai kebaya dengan baju kurung, tidak memakai kerudung yang menutup semua rambut, atau pakai tapi sebagian.

    Begitulah istri-istri para kiai besar kita. Apa kira-kira mereka tidak tahu hukumnya wanita berjilbab? Pasti tahu.

    Sebagaimana diketahui, soal pakaian wanita muslimah, para ulama berbeda pendapat setidaknya ada tiga pandangan.

    Pertama, seluruh anggota badan adalah aurat yang mesti ditutupi.

    Kedua, kecuali wajah dan kedua telapak tangan.

    Ketiga, cukup dengan pakaian terhormat."

    http://m.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,4-id,61063-lang,id-c,kolom-t,Quraish+Shihab+dan+Islam+Nusantara-.phpx

    "... di kalangan jumhur ulama -- ulama arus utama -- masih terdapat khilafiyah, perbedaan pendapat tentang apakah rambut perempuan itu 'aurat'.

    Banyak ulama memandang rambut sebagai aurat sehingga perlu ditutup.

    Tapi banyak pula ulama yang berpendapat rambut bukan aurat sehingga tak perlu ditutupi.

    Sebab itu, menjadi pilihan pribadi masing-masing Muslimah mengikuti salah satu pendapat jumhur ulama: memakai, atau tidak memakai jilbab."

    http://m.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,4-id,48516-lang,id-c,kolom-t,Polwan+Cantik+dengan+Berjilbab-.phpx

    Kerudung dalam Tradisi Yahudi & Kristen

    "bagi wanita Yahudi saat bepergian keluar rumah yaitu mengenakan penutup kepala yang terkadang bahkan harus menutup hampir seluruh muka dan hanya meninggalkan sebelah mata saja.

    Dalam bukunya tersebut ia mengutip pernyataan beberapa Rabbi (pendeta Yahudi) kuno yang terkenal: "Bukanlah layaknya anak-anak perempuan Israel yang berjalan keluar tanpa penutup kepala" dan "Terkutuklah laki-laki yang membiarkan rambut istrinya terlihat," dan "Wanita yang membiarkan rambutnya terbuka untuk berdandan membawa kemelaratan."

    Hukum Yahudi melarang seorang Rabbi untuk memberikan berkat dan doa kepada wanita menikah yang tidak menutup kepalanya karena rambut yang tidak tertutup dianggap “telanjang". Dr Brayer juga mengatakan bahwa "Selama masa Tannaitic, wanita Yahudi yang tidak menggunakan penutup kepala dianggap penghinaan terhadap kesopanannya."

    http://mediaumat.com/kristologi/1901-41-kerudung-dalam-tradisi-yahudi-a-kristen.html

    "KH. Agus Salim, dalam Kongres Jong Islamieten Bond (JIB) tahun 1925 di Yogyakarta menyampaikan ceramah berjudul Tentang Pemakaian Kerudung dan Pemisahan Perempuan

    Tindakan itu mereka anggap sebagai ajaran Islam, padahal, menurut Salim, praktek tersebut adalah tradisi Arab dimana praktek yang sama dilakukan oleh Agama Nasrani maupun Yahudi."

    http://www.komnasperempuan.or.id/2010/04/gerakan-perempuan-dalam-pembaruan-pemikiran-islam-di-indonesia

    Terdapat tiga MUSIBAH BESAR yang melanda umat islam saat ini:

    1. Menganggap wajib perkara-perkara sunnah.
    2. Menganggap pasti (Qhat'i) perkara-perkara yang masih menjadi perkiraan (Zhann).
    3. Mengklaim konsensus (Ijma) dalam hal yang dipertentangkan (Khilafiyah).

    -Syeikh Amru Wardani. Majlis Kitab al-Asybah wa al-Nadzair. Hari Senin, 16 September 2013.

    http://www.suaraalazhar.com/2015/05/tiga-permasalahan-utama-umat-saat-ini.html

    BalasHapus
  2. JILBAB MENURUT BUYA HAMKA (Pendiri/Ketua MUI ke-1, Tokoh Ulama Besar Muhammadiyah), yang ditentukan oleh agama adalah Pakaian yang Sopan dan menghindari 'Tabarruj'

    berikut kutipan Tafsir Al-Azhar Buya HAMKA (selengkapnya lebih jelas dan tegas dapat dibaca pada Al-Ahzab: 59 dan An-Nuur: 31):

    'Nabi kita Muhammad saw. Telah mengatakan kepada Asma binti Abu Bakar ash-Shiddiq demikian,

    "Hai Asma! Sesungguhnya Perempuan kalau sudah sampai masanya berhaidh, tidaklah dipandang dari dirinya kecuali ini. (Lalu beliau isyaratkan mukanya dan kedua telapak tangannya)!"

    Bagaimana yang lain? Tutuplah baik-baik dan hiduplah terhormat.

    Kesopanan Iman

    Sekarang timbullah pertanyaan, Tidakkah Al-Qur'an memberi petunjuk bagaimana hendaknya gunting pakaian?

    Apakah pakaian yang dipakai di waktu sekarang oleh perempuan Mekah itu telah menuruti petunjuk Al-Qur'an, yaitu yang hanya matanya saja kelihatan?

    Al-Qur'an bukan buku mode!

    Bentuk pakaian sudah termasuk dalam ruang kebudayaan, dan kebudayaan ditentukan oleh ruang dan waktu ditambahi dengan kecerdasan.

    Sehingga kalau misalnya perempuan Indonesia, karena harus gelombang zaman, berangsur atau bercepat menukar kebaya dengan kain batiknya dengan yurk dan gaun secara Barat, sebagaimana yang telah merata sekarang ini, Islam tidaklah hendak mencampurinya.

    Tidaklah seluruh pakaian Barat itu ditolak oleh Islam, dan tidak pula seluruh pakaian negeri kita dapat menerimanya.

    Baju kurung cara-cara Minang yang guntingnya sengaja disempitkan sehingga jelas segala bentuk badan laksana ular melilit, pun ditolak oleh Islam.'

    (Tafsir Al-Azhar, Jilid 6, Hal. 295, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015)

    MENGENAL (KEMBALI) BUYA HAMKA

    Ketua Majelis Ulama Indonesia: Buya HAMKA
    mui.or.id/tentang-mui/ketua-mui/buya-hamka.html

    Hujjatul Islam: Buya HAMKA
    republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/04/12/m2clyh-hujjatul-islam-buya-hamka-ulama-besar-dan-penulis-andal-1

    Biografi Ulama Besar: HAMKA
    muhammadiyah.or.id/id/artikel-biografi-pujangga-ulama-besar-hamka--detail-21.html

    Mantan Menteri Agama H. A. Mukti Ali mengatakan, "Berdirinya MUI adalah jasa Hamka terhadap bangsa dan negara. Tanpa Buya, lembaga itu tak akan mampu berdiri."

    kemenag.go.id/file/dokumen/HAMKA.pdf

    "Buya HAMKA adalah tokoh dan sosok yang sangat populer di Malaysia. Buku-buku beliau dicetak ulang di Malaysia. Tafsir Al-Azhar Buya HAMKA merupakan bacaan wajib."

    disdik.agamkab.go.id/berita/34-berita/1545-seminar-internasional-prinsip-buya-hamka-cermin-kekayaan-minangkabau

    "orang puritan sebagai mayoritas di Muhammadiyah, Jilbab bukan sesuatu yang wajib" KOMPAS, Senin 30 November 2009 Oleh AHMAD NAJIB BURHANI, Peneliti LIPI

    www.academia.edu/7216467/100_Tahun_Muhammadiyah

    "Sebab itu, menjadi pilihan pribadi masing-masing Muslimah mengikuti salah satu pendapat jumhur ulama: memakai, atau tidak memakai jilbab."

    nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,4-id,48516-lang,id-c,kolom-t,Polwan+Cantik+dengan+Berjilbab-.phpx

    "Antara Syari'ah dan Fiqh

    (a) menutup aurat itu wajib bagi lelaki dan perempuan (nash qat'i dan ini Syari'ah)
    (b) apa batasan aurat lelaki dan perempuan? (ini fiqh)

    Catatan: apakah jilbab itu wajib atau tidak, adalah pertanyaan yang keliru. Karena yang wajib adalah menutup aurat.

    Nah, masalahnya apakah paha lelaki itu termasuk aurat sehingga wajib ditutup? Apakah rambut wanita itu termasuk aurat sehingga wajib ditutup? Para ulama berbeda dalam menjawabnya."

    *Nadirsyah Hosen, Dosen Fakultas Syariah UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta

    luk.staff.ugm.ac.id/kmi/isnet/Nadirsyah/Fiqh.html

    Terdapat tiga MUSIBAH BESAR yang melanda umat islam saat ini:
    1. Menganggap wajib perkara-perkara sunnah.
    2. Menganggap pasti (Qhat'i) perkara-perkara yang masih menjadi perkiraan (Zhann).
    3. Mengklaim konsensus (Ijma) dalam hal yang dipertentangkan (Khilafiyah).

    *Syeikh Amru Wardani. Majlis Kitab al-Asybah wa al-Nadzair. Hari Senin, 16 September 2013

    www.suaraalazhar.com/2015/05/tiga-permasalahan-utama-umat-saat-ini.html

    BalasHapus