Kamis, 30 Juli 2015

Bagi mahasiswa IPB yang sering melewati koridor FEMA, pasti tidak asing dengan bapak berambut putih ini.


Beliau adalah penjual tisu seharga Rp 2500,- yg ramah sekali.
Selain berjualan tisu, di bulan november dia sering berjualan kalender pergantian tahun masih di tempat yg sama.

Jika kau pernah melewatinya pagi sekitar jam 7 atau 8, biasanya bapak ini terlihat menyapu sepanjang koridor.
Bila kau melewatinya siang, mungkin pernah terlihat tidur bersandar.
Bila kau melewatinya sore, bapak tua ini sudah mulai terlihat melamun dengan tatapan 1 arah.
Namun dengan segala kondisi di atas, jika kau menghampirinya membeli tisu, bapak tua ini pasti akan melayanimu dengan ramah plus dapat bonus doa yg terucap darinya.

Namanya bapak H. Ahmad Sobrana.
Ya siang itu, tak sengaja saya melewati koridor FEMA selepas aktivitas kampus.
Saya mampir membeli tisu,
sembari saya memberikan uang tiba2 saya spontan berucap "maaf lahir batin ya pak."
ternyata takdir ucapan itu yg mengantarkan saya pada sebuah hikmah cerita siang itu.

Entah kenapa bapak itu memulai asyik cerita kehidupannya.
Jangan menebak akhir status ini dengan meminta simpati kasihan bahwa bapak ini orang yg tidak mampu, karena berjualan.
Bukan, bahkan jika kau tahu bapak ini adalah orang berada.
Dari ceritanya, beliau mempunyai anak yg menjabat sebagai kepala sekolah di sebuah SMA swasta Bogor, cucunya baru-baru ini lulus dari kampus UI dan bekerja di perusahaan gadget ternama.
Beliau sendiri adalah seorang pensiunan BUMN berumur 80an tahun.
Bahkan punya tanah yg telah dihibahkan berharga lebih dr 700juta.

Dari nama perkenalan di atas, saya sempat kaget mendengar kata haji yang pernah ia jalani.
Dari obrolan, beliau bahkan pernah menghajikan ibunya dan istrinya.
Beliau banyak bercerita tentang Mekkah, Madinah, Masjidil Haram, makam Rosululloh yang membuat merinding iman terpanggil juga untuk kesana.

Dua hal yg saya ambil dari beliau,
yang pertama keyakinannya tentang doa dan rezeki.
Beliau berpesan, "yakinlah dalam berdoa, jangan minta rezeki karena kita memang sudah dijatah rezekinya, tapi mintalah supaya ditambahkan dan dilancarkan rezekinya."
Yang kedua tentang kesederhanaan beliau dalam kondisi berada namun masih berusaha sederhana berjualan dan tidak menampakkan kekayaannya.
Sering mendoakan pelanggannya dan tidak malu jika menyapu padahal tanpa disuruh dan bukan petugas kebersihan.
Pernah membayangkan kita yg mahasiswa?
Masih berstatus biaya orangtua dan mungkin beasiswa saja, kadang masih berjalan sombong jika melewati orang2 penjual seperti ini, padahal kita tidak tahu mungkin mereka lebih kaya hati dan harta daripada kita, namun masih bersikap sederhana dan mau berusaha.

Bogor, 28 Juli 2015
#Matahariku dalam "Semangat Kesederhanaan"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar